Cari Blog Ini

Selasa, 29 Desember 2009

KAJIAN KEDUA
Secara garis besar, sebagian dari perilaku mereka (saadaatuna Al-Alawiyyin) adalah menyibukkan diri dengan ilmu dan menuntutnya, tekun mengkaji kitab-kitab ilmu, bersungguh-sungguh dalam memetik hasil dari ilmu-ilmu itu, dan menjaga cabang-cabangnya dan pokok-pokoknya. Sebagian dari mereka itu tekun senantiasa membaca kitab satu jilid tebal dalam sehari semalam. Sebagian dari mereka menghabiskan membaca kitab Ihya' (Yang dimaksud kitab Ihya' disitu adalah kitab Ihya' Ulumiddin, karangan Hujjatul Islam Al-Imam Al-Ghazali. Dalam pandangan para aimmah (pemuka) salaf kita, kitab Ihya' menjadi suatu bacaan wajib bagi para Alawiyyin. Berkata salah seorang pemuka dari mereka, Al-Imam Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad As-Saggaf, "Barangsiapa yang tidak pernah membaca kitab Ihya', maka ia tak mempunyai rasa malu." Demikian juga dengan yang dikatakan oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Abu Bakar Al-Aidrus, "Bagus, bagus, bagus, bagus, bagi seseorang yang menjadikan kitab Ihya' sebagai keluarganya, hartanya dan tanah airnya." Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad menambahkan, "Dengan Ihya' Ulumiddin, hati kita dapat menjadi hidup") satu jilid setiap harinya.
Sebagian dari mereka mengharuskan dirinya membaca sesuatu, sebagian dengan nadzar. Sebagian dari mereka seringkali melakukan perjalanan ke tempat-tempat jauh untuk menuntut ilmu. Sebagian besar dari perhatian mereka (tentang ilmu) adalah ilmu-ilmu yang mempelajari tentang Al-Qur'an, As-Sunnah dan tasawuf, khususnya kitab At-Tanbih, Al-Muhadzdzab, kitab-kitab karangan Al-Imam Al-Ghazali dan karangan Al-Imam Muhyiddin An-Nawawi, serta karangan orang-orang mendapat keuntungan dengan ilmu-ilmu tersebut. Sebagian dari mereka, bahkan sebagian besar, berdakwah mengajak manusia menuju jalan kebenaran di setiap kesempatan, setelah menguatkan amalan mereka (Sudah merupakan prasyarat bagi mereka bahwa mereka harus berdakwah terhadap diri sendiri sebelum mereka berdakwah kepada orang lain. Sehingga dakwah mereka dapat memberi kesan yang mendalam kepada orang lain...suatu dakwah yang jujur dan penuh dengan kejujuran).
Sebagian dari mereka mengikatkan dirinya untuk berdakwah melalui majlis-majlis dan melakukan perjalanan dakwah keliling meliputi seluruh desa dan kota, disertai dengan budi pekerti yang luhur dan amalan-amalan yang terpuji, serta kesabaran yang tinggi dalam menghadapi masyarakat, baik yang khusus maupun yang awam (Dakwah merupakan suatu kewajiban yang mereka emban sebagai konsekuensi nikmat nasab yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Sehingga mereka gemar sekali melakukan perbuatan dakwah, baik dengan perbuatan, perkataan ataupun dengan sikap. Berkenaan dengan keagungan tugas dakwah ini, Al-Habib Umar bin Muhammad Bin Hafidz pernah berkata, "Tidak ada suatu perbuatan baik yang dapat meninggikan derajat kedudukan seseorang di sisi Allah secepat perbuatan dakwah).
Sebagian orang-orang kaya dari mereka gemar dalam membangun kemakmuran masjid-masjid, semata-mata karena keinginannya yang kuat untuk mendapatkan keutamaan dalam hal itu, sebagaimana yang ada di dalam Hadits. Sehingga sebagian dari mereka banyak mendirikan dan memakmurkan masjid-masjid, dan mewakafkan sisa-sisa hartanya untuk kemakmuran masjid, serta memberikan di masjid-masjid itu penerangan. Sebagian besar dari mereka menghabiskan sebagian besar waktunya untuk beriktikaf di dalam masjid.
Benang merah dari semuanya itu adalah bahwa sesungguhnya thariqah mereka (saadaatuna Al-Alawiyyin), semoga Allah meridhoi mereka, adalah membagi waktu-waktu mereka dan mengisinya dengan berbagai macam ibadah, hadir dalam majlis-majlis ilmu, adab, dan membaca wirid dan hizib. Sebagian dari mereka mengumpulkan doa dan dzikir untuk mereka baca secara rutin sehari semalam. Kebanyakan yang sering mereka baca adalah doa-doa Nabawiyyah (Doa-doa Nabawiyyah adalah doa-doa yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW) dan doa-doa yang diwariskan oleh para salafus sholeh. Sebagian dari mereka membaca ratib-ratib pada hari Jum'at dengan lafadz jama' (umum), demi mengharap kemanfataan dan memberi kemanfataan. Sebagian dari mereka mengumpulkan masyarakat luas untuk bertasbih seribu (Sebagian di antara ahli sastra Arab mengatakan bahwa lafadz alf (seribu) dalam bahasa arab menunjukkan makna banyaknya sesuatu. Selain itu, dalam sastra Arab, makna banyaknya sesuatu juga seringkali ditunjukkan dengan lafadz sab'uun (tujuh puluh) tasbih, bertahlil seribu tahlil, dan menghadiahkan pahalanya buat orang-orang yang telah mendahului mereka. Sedangkan puncak tujuan mereka (dengan hal itu) adalah mengharapkan karunia dari setiap orang (yang telah mendahuluinya itu) yang di dalam diri mereka itu terdapat bekas-bekas kebaikan (Dalam pandangan mereka, selama seseorang itu min ahli laa ilaaha illallah (muslim), ia mempunyai bekas-bekas kebaikan. Oleh karena itu, sikap husnudz dzon (berbaik sangka) terhadap hamba Allah merupakan sikap dasar yang melandasi thariqah mereka)
Kebanyakan dari mereka, bahkan sebagian besar, lebih mengutamakan ber-uzlah (Uzlah adalah mengasingkan diri dari berbagai macam tingkah pola manusia, semata-mata karena takut dan kuatir terpengaruh keburukan dari mereka. Namun demikian, mereka melakukan demikian setelah mereka tahu tentang syariah agama, sehingga mereka dapat menempatkan uzlah itu pada suatu tempat yang proporsional) dan tidak menyukai terkenal dan kemasyhuran. Telah mengisyaratakan dalam masalah ini, seorang yang sangat terkenal dan masyhur, sayyidina Asy-Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus, dengan perkataannya, "Duh, andaikata saja kami tidak mengenal seorang pun dan tidak seorang pun mengenal kami, dan kami tidak dilahirkan." Sebagian dari mereka lebih mengutamakan dirinya dengan merendahkan diri dan hidup sederhana, sehingga orang lain yang tidak mengenalnya dan menyangka mereka adalah orang kaya yang tidak butuh bantuan keduniaan sedikit pun dari orang lain. Mereka (saadaatuna Al-Alawiyyin) puas dengan keduniaannya yang sedikit dan perbekalannya yang amat sederhana...tertutup dalam keterasingan...tak tampak keadaannya sampai hampir tak kelihatan.
Telah berkata dalam suatu syairnya, seorang yang sangat mendalam keilmuannya, sayyidina Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad, dalam mensifatkan mereka (saadaatuna Al-Alawiyyin) yang mulia :
Yang miskin dari mereka merdeka dan yang berharta berinfaq, semata-mata mengharap balasan Allah dalam menempuh jalan-jalan yang baik. Pakaian mereka adalah takwa, dan perangai mereka adalah sikap malu, sedangkan tujuan mereka di dalam perkataan dan perbuatan adalah Yang Maha Pengasih. Perkataan mereka adalah kebenaran, dan perbuatan-perbuatan mereka adalah suatu petunjuk, sedangkan rahasia-rahasia amal mereka adalah terbebas dari tipu daya. Mereka tunduk kepada Tuhan mereka, taat karena ikhlas kepada-Nya, patuh kepada Yang Maha Suci, yang tiada persamaan bagi-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar