Cari Blog Ini

Selasa, 29 Desember 2009

KAJIAN KELIMA
Mereka (para Saadatunal Alawiyyin) tidak membuat dirinya tercela di hadapan umum. Mereka tidak suka ditanya tentang amal perbuatan yang mereka lakukan dan mereka juga tidak suka menanyakan amal perbuatan orang lain (Suatu kali para sahabat membicarakan seseorang yang setiap kali sehabis shalat di masjid, ia buru-buru pergi. Para sahabat mengadukan hal ini ke Rasulullah SAW. Beliau SAW bertanya, "Benarkah ia selalu menunaikan kewajiban shalatnya?." Para sahabat menjawab, "Iya, betul." Beliau SAW berkata, "Barangsiapa yang ingin melihat seseorang dari calon penghuni surga, maka lihatlah orang tersebut." Demikian juga para Saadah kita, pantang bagi mereka untuk menanyakan amalan orang lain seperti dengan bertanya, "Engkau shalat tahajud apa tidak?", "Engkau puasa Senin-Kamis apa tidak?", atau "Engkau bersedekah apa tidak?." Mereka juga tidak suka ditanyai tentang amalan-amalan mereka dan lebih suka menyembunyikannya). Jika sampai kepada mereka suatu berita bahwa seseorang dari pejabat pemerintahan berkeinginan berkunjung ke majlisnya, mereka akan menutup majlisnya itu2 (Hal ini sudah menjadi darah daripada thariqah Saadah kita yang menggariskan untuk tidak dekat-dekat dengan wilayah kekuasaan. Al-Habib Abdullah bin Alwi di dalam bukunya Ad-Da'wah At-Tammah berkali-kali menegaskan hal ini. Hubungan antara mereka dan sumber kekuasaan tidak lain adalah hubungan amar ma'ruf nahi munkar). Jika orang-orang tersebut tiba-tiba sudah terlanjur datang di majlisnya, mereka tidak menyukainya dan akan mempersingkat majlisnya.
Mereka adalah orang-orang yang berzuhud dari dunia (Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata tentang zuhud, "Zuhud itu bukanlah tidak memiliki sesuatu, akan tetapi zuhud itu adalah sesuatu berharga yang patut dimiliki." Ada juga yang berkata, "Zuhud itu bukanlah tidak memiliki sesuatu dari dunia, akan tetapi semua yang dimilikinya dari dunia tak berarti apa-apa baginya") dan kepemimpinan, bersikap qona'ah, dengan merasa cukup di dalam hal pakaian, makanan dan tempat tinggal. Mereka tidak membangun tempat tinggal kecuali yang diperlukan saja. Mereka tidak suka menerima pemberian apapun dari penguasa dan staf-stafnya, meskipun mereka sendiri memerlukannya. Bahkan mereka merasa berkecukupan dengan sepotong roti yang halal atau sebuah kurma. Jika mereka tidak mempunyainya, mereka lebih memilih berpuasa, sampai mereka mendapatkannya yang halal. Mereka tidak bergembira jika mendapatkan harta dan tidak bersedih jika kehilangan harta. Seringkali terjadi jiwa mereka merasa lega jika harta itu pergi dari mereka. Sebagian dari mereka terkadang satu dua bulan tidak makan apa-apa kecuali kurma. Terkadang mereka hidup tanpa dapat berganti-ganti pakaian dalam waktu yang panjang.
Mereka tidak suka memaksa keluarganya untuk memasakkan makanan baginya. Mereka tidak pernah mengendarai kuda, tidak memakai pakaian mewah, tidak memakan makanan yang lezat, tidak duduk diatas kursi dan tidak tinggal pada bangunan yang mewah, kecuali (ya Allah, semoga saja demikian) mereka memastikannya halal. Adakalanya mereka mengenakannya jarang-jarang, atau mengenakan apa-apa yang tidak akan menjadi hisab di hadapan Allah, bahkan adakalanya juga baju yang mereka kenakan lebih mahal daripada bajunya raja-raja. Mereka tidak suka menimbun makanan, karena semata-mata ingin mengosongkan tangannya dari dunia. Terkadang sebagian dari mereka menyimpan makanan untuk kepentingan keluarganya, demi semata-mata ingin mengikuti perbuatan Nabi SAW atau juga sebagai penenang jiwanya karena rasa gelisah atau tuduhan yang adakalanya terjadi atau juga karena kuatir disangka rejekinya didapatkannya dari jalan kasyaf4 Maksudnya dari jalan kasyaf disitu adalah rejeki tersebut diperolehnya dari berkat ketinggian maqamnya, sehingga Allah langsung memberinya turun dari langit, tanpa berusaha. Meskipun itu semua bisa mereka lakukan, akan tetapi mereka lebih suka mengikuti datuk mereka yang mulia SAW yang masih berusaha untuk memberi nafkah keluarganya). Setiap dari mereka mengutamakan mencari rejeki yang halal untuk memenuhi keperluan-keperluannya. Mereka juga menafkahkan hartanya untuk memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang tak berpakaian dan melunasi hutang orang yang tak sanggup membayar hutangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar